Wakil Ketua DPRD M Nuh angkat bicara soal kemiskinan ekstrem, pemerintah provinsi bisa menggunakan CSR industri untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat

banner 120x600

Mitra Bangsa.Online Kabupaten Bekasi – Kemiskinan masih menjadi persoalan sulit bagi Pemerintah Kabupaten Bekasi. Predikat Bekasi sebagai kawasan industri terbesar di Asia Tenggara tidak dapat memanfaatkan keberadaannya sedemikian rupa sehingga dapat dirasakan oleh semua kelas sosial.

Menurutnya, kemiskinan ekstrem di Provinsi Bekasi seperti yang banyak diberitakan di media dirasakan benar adanya. “Karena selama ini isu tersebut sudah disinggung oleh pemda. Artinya kemiskinan ekstrim masih merajalela di Kabupaten Bekasi.” Wakil Ketua DPRD 1 Kabupaten Bekasi M Nuh.

Nuh yang sebelumnya telah bertemu dengan beberapa pihak seperti Baznas. BAZNAS mengatakan sedang menjalankan program untuk mengentaskan kemiskinan ekstrem di provinsi Bekasi, tetapi tidak memberikan rincian jumlahnya.

“Saya juga berbicara dengan BAZNAS. BAZNAS juga bekerja untuk mengakhiri kemiskinan ekstrem. Untuk mengatasinya, kita perlu mengambil langkah-langkah yang tidak biasa, atau tidak normal, tetapi solid, jelas dan praktis,” ujarnya.

Birokrasi harus mengurus setiap perizinan sesuai prosedur. Kekhawatiran tentang jaminan sosial, fasilitas kesehatan atau dukungan pemerintah juga menjadi kendala utama dalam percepatan pengentasan kemiskinan.

Proses pemenuhan persyaratan juga menghadirkan banyak kendala karena masyarakat harus siap dengan informasi pribadi yang lengkap.

“Oleh karena itu, mekanisme tetap perlu dihadirkan kembali, misalnya link dengan badan-badan LSM sosial yang beroperasi di masyarakat. Atau mungkin menyenangkan pihak lain dan membutuhkan kontrol pemerintah,” kata seorang anggota parlemen dari PKS.

Selain kerjasama dengan berbagai organisasi sosial non-pemerintah. M. Nuh berharap ada perwakilan Baz Nu (Badan Amil Zakat NU) atau Baz Mu (Badan Amil Zakat Muhammadiyah) dari 23 kecamatan dan 187 desa dan kecamatan se-provinsi Bekasi. penginapan kosong. Dengan menggunakan CSR perusahaan atau dana desa.

“Menurut saya dana sebesar itu harus dialokasikan dari CSR dan dana desa, bisa, saya kira orang hanya makan sampai kenyang. Saya tidak akan menghasilkan banyak uang dan membawanya pulang.”M. Nuh berharap agar pemerintah daerah membuat aturan main dalam pemerintahannya yang lebih tegas dan transparan terkait penggunaan dana CSR. “CSR tidak perlu mengalir langsung ke APBD sesuai kebutuhan,

misalnya menjalin hubungan kerja yang langgeng dengan pengelola CSR, karena setiap perusahaan cenderung menyebarkan CSR. Itu tergantung pada fokus perusahaan: lingkungan, kesehatan, spiritualitas, pendidikan,” jelasnya.

Banyaknya kawasan industri di Kabupaten Bekasi dapat menyerap tenaga kerja, mengurangi angka pengangguran dan menekan angka kemiskinan, sehingga mengurangi angka kemiskinan setiap tahunnya. Soal kebutuhan tenaga kerja, Pemprov Bekasi bisa saja memenuhinya karena pemerintah sudah memiliki balai latihan kerja (BLK).

Namun dalam praktiknya, M. Nuh menilai peran BLK belum maksimal. Selama ini BLK hanya memberikan pelatihan dan belum memberikan pendampingan atau pendampingan dalam pekerjaan. “Peran BLK juga perlu diperkuat, kalau perlu akan dibangun BLK di setiap kawasan industri karena ada orang di lokasi yang tahu kebutuhan tenaga kerja dan tenaga kerja harus mendampingi dan mendampingi dalam perekrutannya, dia menjelaskan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *