MitraBangsa.Online – Menko Polhukam Mahfud Md menegaskan putusan MK yang menyatakan capres-cawapres boleh berusia di bawah 40 tahun asalkan sudah berpengalaman bersifat final. Dia berharap putusan itu tidak sampai membuat gaduh hingga mengganggu jalannya tahapan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. Mahfud Md menyebutkan bahwa putusan itu sudah bersifat final. Ia juga berharap keputusan MK itu tidak sampai mengganggu jalannya proses pemilu.
“Sekarang saya berharap jangan sampai ini menjadi alasan untuk menunda Pemilu. Semuanya harus siap ikut pemilu dengan putusan MK. Meskipun mungkin kita tidak suka dengan keputusannya, tapi konstitusi kita mengatakan kalau putusan MK itu final,” tandas Mahfud.
Sebelumnya, Mahfud menyatakan keputusan MK itu bersifat final. Bila dalam putusan itu MK membolehkan kandidat berpengalaman sebagai DPR atau kepala daerah jadi capres maupun cawapres meski belum berusia 40 tahun, berarti kandidat demikian memang boleh diusung jadi capres atau cawapres.
“Kalau memang putusannya orang yang pernah menjabat sebagai kepala daerah itu boleh, kalau putusannya berbunyi begitu, ya artinya boleh. Karena putusan MK itu bersifat final!” tegas Mahfud Md.
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengabulkan uji materi UU 7/2017 tentang Pemilu terkait batas usia capres-cawapres yang diajukan mahasiswa UNS Almas Tsaqibbirru Re A. Almas. MK menyatakan batas usia capres-cawapres tetap 40 tahun kecuali sudah berpengalaman sebagai kepala daerah. “Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian,” kata Ketua MK Anwar Usman dalam sidang di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Gambir, Jakarta Pusat.
Dalam pertimbangannya MK menyatakan bila permohonan sebelumnya seperti Partai Garuda berbeda dengan permohonan yang diajukan mahasiswa UNS ini. Perbedaannya ada pada norma pasal yang dimohonkan. “Terhadap petitum permohonan dalam perkara-perkara dimaksud dapat dikatakan mengandung makna yang bersifat ‘ambiguitas’ dikarenakan sifat jabatan sebagai penyelenggara negara tata cara perolehannya dapat dilakukan dengan cara diangkat/ditunjuk maupun dipilih dalam pemilihan umum. Hal ini berbeda dengan yang secara tegas dimohonkan dalam petitum permohonan a quo di mana pemohon memohon ketentuan norma Pasal 169 huruf q UU Nomor 7 Tahun 2017 dimaknai ‘Berusia paling rendah 40 tahun atau berpengalaman sebagai kepala daerah baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota’,” kata hakim MK.
“Dalam rangka mewujudkan partisipasi dari calon-calon yang berkualitas dan berpengalaman, Mahkamah menilai bahwa pejabat negara yang berpengalaman sebagai anggota DPR, anggota DPR, anggota DPRD, Gubernur, Bupati, dan Wali Kota sesungguhnya layak untuk berpartisipasi dalam kontestasi pimpinan nasional in casu sebagai calon Presiden dan calon Wakil Presiden dalam pemilu meskipun berusia di bawah 40 tahun,” imbuhnya.
Sedangkan dalam amar putusannya, MK menyatakan sebagai berikut:
Mengadili
1. Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian
2. Menyatakan Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) yang menyatakan “berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun” bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai “berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah”. Sehingga Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum selengkapnya berbunyi “berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah”
3. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya.
Sebagaimana diketahui, permohonan uji materi terhadap Pasal 169 c UU Pemilu ini diajukan oleh sejumlah pihak. Mereka di antaranya Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Partai Garuda, dan juga sejumlah kepala daerah.Permohonan ini teregistrasi dalam perkara nomor 29/PUU-XXI/2023, 51/PUU-XXI/2023, 55/PUU-XXI/2023, 90/PUU-XXI/2023, 91/PUU-XXI/2023, 92/PUU-XXI/2023, dan 105/PUU-XXI/2023. Tiga gugatan di atas sudah diputus dan ditolak. Sedangkan gugatan dari Mahasiswa UNS ini dinilai berbeda oleh MK meskipun berkaitan juga dengan Pasal 169 huruf q UU Nomor 17 Tahun 2017.