Si Mungil Sacha Inchi Energi Baru Satu Padu

banner 120x600

MitraBangsa.Online –  Aroma harum menyeruak dari dalam sebuah dapur kecil berukuran 2×4 meter persegi. Baunya mirip kopi. Siapapun yang mencium bau itu dari kejauhan pasti akan mengira si empunya dapur sedang menggoreng biji-biji kopi. Namun, begitu masuk ke dalam dapur dan melihat wajan penggorengan, biji berwarna cokelat keemasan tersebut jelas bukan kopi. Bentuknya bulat, pipih, condong ke oval. Di bagian tengah samar-samar ada gurat hangus tanda proses memasak biji itu sudah hampir matang. Di dapur itu, seorang ibu tampak telaten mengaduk-aduk isi wajan tersebut. Tangan kanannya begitu lincah menggoyangkan sutil, sementara tangan kirinya berkacak pinggang. “Ini disangrai dulu. Nggak lama, cuma 15 menit,” tutur Eva Musdalifah kepada detikJatim, Jumat (3/11/2023).

Siang itu, riuh terdengar di dapur yang lokasinya berada di belakang kantor Kelurahan Jambangan Surabaya. Belasan ibu-ibu terlihat sibuk. Mereka sedang mengolah kacang sacha inchi. Ya, biji-bijian yang disangrai Eva itu adalah kacang sacha inchi. Mengutip situs Kemendikbud, si mungil sacha inchi ini ternyata punya energi besar untuk kecerdasan anak. Kacang sacha inchi atau Plukenetia volubilis kaya akan kandungan asam lemak mulai omega 3, omega 6, dan omega 9. Kacang sacha inchi juga dikenal dengan sebutan kacang inka atau kacang gunung. Asalnya dari hutan tropis Amazon. Buah sacha inchi berbentuk bintang. Masing-masing buahnya menyimpan 4 hingga 5 biji kacang. Biji-biji kacang inilah yang kemudian diolah oleh para ibu yang berasal dari warga miskin (Gamis) di Kelurahan Jambangan.

Sudah hampir setahun ini ibu-ibu di Kelurahan Jambangan mengembangkan produk olahan kacang sacha inchi. Sebelum ini mereka sudah sukses mengolah berbagai macam produk yang masuk ke dalam Satu Padu atau Pusat Usaha Pertanian Terpadu. Satu Padu merupakan program Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya berkolaborasi dengan Integrated Terminal Surabaya PT Pertamina Patra Niaga Sub Holding Commercial & Trading Regional Jatimbalinus. Program ini mulai digalakkan pada 2021. Kala itu banyak sektor perekonomian yang tumbang lantaran terhantam badai pandemi COVID-19. Melalui Satu Padu, ibu-ibu PKK Kelurahan Jambangan memanfaatkan lahan kosong untuk membangun ketahanan pangan secara mandiri. Lahan seluas 20×50 meter persegi yang berada di belakang kantor kelurahan itu disulap menjadi area pertanian, peternakan, hingga perikanan.

Di tengah cuaca Surabaya yang menyengat, berbagai macam tanaman justru tumbuh subur di lahan Satu Padu tersebut. Mulai sawi, terong, tomat, cabai, jamur, jahe, serai, kunyit, hingga kacang sacha inchi yang saat ini sedang serius digarap oleh ibu-ibu tersebut karena punya prospek yang sangat menjanjikan ke depannya. Selain ditumbuhi tanaman, di tengah pekarangan itu juga terdapat sebuah kolam yang dipakai untuk beternak lele. Hasil panen ikan berkumis itu kemudian diolah menjadi produk abon lele. Sejak program Satu Padu itu berjalan mulai 2021 sampai sekarang, ibu-ibu PKK Kelurahan Jambangan membentuk ekosistem ketahanan pangan yang mandiri. Mereka menanam, merawat, mengolah, hingga menikmati hasil panennya sendiri. Total ada 17 perempuan yang menjadi pengurus Satu Padu. Masing-masing orang punya tanggung jawab terhadap satu produk.

Eva Musdalifah sendiri merupakan penanggung jawab produk kacang sacha inchi. Siang itu dia dan 16 ibu lainnya sedang mengolah kacang sacha inchi untuk dijadikan minyak di dalam dapur kafe Satu Padu. Minyak ini nantinya dikemas ke dalam botol ukuran 100 ml yang bisa diminum maupun dioles. Sebelum penyangraian, biji kacang sacha inchi itu lebih dulu dikupas dan dijemur. Eva menunjukkan pengolahan kacang sacha inchi itu dari awal hingga akhir. Dia lalu mengajak detikJatim untuk melihat bentuk tanaman merambat yang letaknya berada di ujung belakang pekarangan. Di sana terdapat bangunan tanpa atap yang dipenuhi rimbun dedaunan warna hijau. Daun-daun sacha inchi menjalar teratur terkena semburat cahaya matahari.

“Nah, ini tanamannya. Memang kalau dilihat dari jauh kayak anggur, soalnya daunnya merambat mengikuti bentuk rumah bangunannya,” tutur Eva.

Setelah matang, buah sacha inchi itu dipetik. Buah yang matang adalah yang berwarna cokelat kehitaman. Selanjutnya, buah itu dikupas menggunakan alat yang bentuknya lebih mirip tang ketimbang gunting. “Untuk yang bagian mengupas, kami berdayakan yang lansia karena memang tak banyak mengeluarkan tenaga. Kalau yang masih usia produktif lebih banyak kami arahkan di kebun untuk menanam sampai merawat tanamannya,” kata ibu berusia 41 tahun tersebut. Biji-biji kacang sacha inchi yang telah dikeluarkan dari buahnya itu kemudian dijemur. Ditaruh di tampah lalu dibiarkan terkena terik matahari. Proses itu berlangsung selama sehari penuh. “Kalau suhu Surabaya 35 derajat celsius kayak sekarang ini, dijemur satu hari cukup. Kenapa perlu dijemur? Tujuannya untuk menghilangkan kadar air sampai di bawah 10 persen,” papar Eva sembari menjumput kacang sacha inchi berwarna putih pucat dan menunjukkannya.

Usai dijemur seharian, kacang sacha inchi yang telah kering itu harusnya dimasukkan ke dalam oven dengan suhu tertentu. Namun untuk sementara, lantaran proses produksi masih belum terlalu besar, ibu-ibu di Satu Padu Jambangan menyangrai kacang sacha inchi. detikJatim sempat mencicipi sebiji kacang sacha inchi yang sudah matang setelah disangrai itu. Begitu dikunyah, krenyes… krenyes… Renyah. Rasanya gurih. Setelah 2 sampai 3 kali kunyahan, lidah terasa pekat.

“Memang begitu. Sebetulnya bisa nggak getir (pekat) di lidah kalau dioven, karena bisa lebih merata. Sementara kita sangrai dulu, kita uji coba, kalau sudah siap produksi massal baru kita anggarkan untuk beli oven,” timpal Eva saat menjawab rasa kacang sacha inchi. Kelar penyangraian, kacang-kacang sacha inchi itu kemudian siap digiling. Seorang ibu yang bertugas menggiling sacha inchi itu sudah siap dengan senjata andalannya. Sebuah mesin giling listrik kecil sudah siap melahap biji-biji sacha inchi. Suaranya menderu lirih. Druuu… druuu… druuu…

Sejurus kemudian ibu yang sudah memakai sarung plastik di tangannya itu mulai memasukkan sacha inchi ke mesin giling. Bagitu dimasukkan, suara mesin giling makin nyaring terdengar. Tanda mesin mulai bekerja ekstra. Motor mesin penggilingan itu berputar lebih kencang, melumat biji-biji sacha inchi sampai halus. Di ujung mesin itu mulai menetes minyak kental yang kemudian mengalir ke bawah diwadahi ember kecil. Sementara di ujung mesin lainnya keluar gumpalan berwarna cokelat yang merupakan ampas sacha inchi.

“Yang di ember ini minyaknya. Ampasnya nggak kita buang. Selain buat minyak, sacha inchi ini juga bisa diolah jadi camilan. Ampasnya ini kita buat cookies, pokoknya semua bagian sacha inchi ini bisa dimanfaatkan,” ungkap Eva.

Siang itu Eva dkk mengolah 2 kg kacang sacha inchi. 1 kg sacha inchi bisa menghasilkan 400 ml minyak. Selain biji dan ampasnya tadi, daun sacha inchi juga diolah menjadi minuman dan pupuk. “Kalau daunnya yang masih hijau bisa jadi minuman. Rasanya mirip matcha loh. Kalau daun yang kering sama sisa kulitnya yang keras, kita olah jadi pupuk kompos. Lumayan kan nggak perlu beli pupuk lagi ,” tambahnya.

Setelah menampungnya di ember, minyak sacha inchi itu kemudian dipindah ke dalam toples plastik. Minyak itu kemudian dibiarkan mengendap. “Proses pengendapannya ini yang memang cukup lama, minimal 15 hari. Kita pastikan sampai ampas minyak itu benar-benar turun ke bawah. Setelah ampas mengendap, baru kita saring,” kata Eva.

Eva melanjutkan, ketika sudah mendapatkan hasil minyak yang benar-benar jernih dan encer, ibu-ibu Satu Padu mulai mengemasnya ke dalam botol plastik berukuran 100 ml. Untuk sementara desain botol itu dikemas sederhana. Bentuk botol sacha inchi itu mirip botol-botol minyak angin untuk bayi yang beredar di pasaran. minyak sacha inchi yang sudah dikemas cantik di dalam botol plastik. Warna minyaknya kuning kehijauan. Tutup botol berwarna putih tersegel rapat dengan plastik. Ada tulisan di label minyak sacha inchi yang ditempelkan di botol. ‘Sacha Inchi Oil-Satu Padu Jambangan, Surabaya’. Selain itu juga tertera kandungan minyak beserta khasiatnya, antara lain untuk pelembab wajah, mencegah jantung koroner dan kolesterol, hingga memperbaiki metabolisme tubuh.

“Sementara ini minyak sacha inchi punya kita masih dalam proses uji lab. Tapi sempat dicoba sama Pak Lurah buat gatal-gatal, ternyata memang sembuh setelah dua kali pemakaian,” beber Eva setengah promosi keampuhan minyak sacha inchi produksi ibu-ibu Satu Padu. Eva blak-blakan kalau produksi sacha inchi ini punya prospek yang cerah. Sebab, khasiatnya bisa bermacam-macam. Selain itu, harganya juga mahal. “Kacang sacha inchi ini memang potensinya sangat besar, kalau kita lihat di online shop aja ya, yang 1 liter itu nilainya Rp 650 ribu. Sementara kalau yang kita produksi ini, ukuran 100 mililiter biasanya dijual Rp 70 sampai Rp 80 ribu,” bebernya. Ada mimpi besar yang mereka gantungkan dari sacha inchi. Melalui kerja padat karya, ibu-ibu Satu Padu bahu-membahu menekan hingga menghapus angka Gamis di Kelurahan Jambangan.

Tak cuma Gamis yang diperhatikan, mereka juga ingin memenuhi gizi anak-anak, terutama mencegah stunting. Meski pada 2023 ini Kelurahan Jambangan mencatatkan zero stunting, namun ibu-ibu Satu Padu ini punya cita-cita mulia. Mereka juga memikirkan anak-anak lain di luar wilayah tempat tinggalnya. “Kita pengen Gamis ini jadi terangkat derajat perekonomiannya hingga bisa mandiri dan lepas dari status miskin. Terus anak-anak kebutuhan gizinya tercukupi, kita coba mencoba berinovasi bikin kapsul sacha inchi, bentuknya kayak minyak ikan. Jadi nanti lebih praktis untuk membagikan ke anak-anak, nggak cuma yang di sini, kalau bisa se-Surabaya bebas stunting semua karena rutin konsumsi minyak sacha inchi dari Jambangan,” kata Eva berharap.

Kolaborasi Ciamik Pertamina Kembangkan Ekonomi Hijau Berkelanjutan
Buah kerja keras ibu-ibu di Kelurahan Jambangan itu tidak didapat dari proses instan. Mereka sudah memulainya sejak 2 tahun lalu dan terus berlanjut hingga sekarang. Mereka tidak bisa kerja sendiri. Ada pihak-pihak yang mendampingi mereka berproses dari awal. Salah satunya adalah Pertamina. Sejak 2021 PT Pertamina Patra Niaga Sub Holding Commercial & Trading Regional Jatimbalinus memberikan perhatian besar untuk Satu Padu. Satu Padu merupakan salah satu program unggulan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) Jawa Timur. Dipandu dan diawasi langsung oleh Integrated Terminal Surabaya, program Satu Padu menjadi salah satu komitmen Pertamina untuk membangun ekosistem ekonomi hijau yang berkelanjutan.

“Tujuan Satu Padu ini antara lain menciptakan lapangan pekerjaan baru, ketahanan pangan, menjaga ekosistem lingkungan melalui sistem pertanian terpadu, dan mengurangi angka warga miskin di Kelurahan Jambangan,” jelas Section Head Communication and Relation Pertamina Patra Niaga Jatimbalinus Taufiq Kurniawan.

Tidak ada yang mustahil untuk dilakukan selama berusaha. Maka, pekarangan di belakang kantor Kelurahan Jambangan itu menjadi bukti bahwa tanaman-tanaman segar bisa tumbuh subur dari tanah Surabaya jika dikelola dengan baik dan terencana. Pada dasarnya Pertamina hanya memberikan dukungan yang dibutuhkan oleh Satu Padu. Motor penggeraknya tetap ibu-ibu PKK yang ada di Kelurahan Jambangan.

“Tahap awal Satu Padu di tahun 2021 kami mendatangkan ahli untuk memberikan pelatihan-pelatihan dasar dan penyediaan peralatan yang dibutuhkan oleh warga. Pelatihan itu mulai membuat kripik sayur, hidrogranik, pembibitan, manisan tomat, sampai rumah jamur,” imbuh Taufiq.

Selanjutnya pada tahun kedua atau di 2022, Pertamina terus mendampingi agar sayur-sayuran dan buah-buahan yang dihasilkan di pekarangan itu bisa dipasarkan secara maksimal. Setiap 3 hari sekali ibu-ibu Satu Padu memanen jamur dan sawi. Mereka merawat tanaman itu secara bergantian dengan sistem piket. Dan pada tahun ini, Pertamina terus melanjutkan komitmennya untuk semakin memajukan Satu Padu. Energi baru itu datang dari sacha inchi yang belum banyak dibudidayakan di Surabaya.

“Awalnya ada mahasiswa UWK (Universitas Wijaya Kusuma) Surabaya yang kunjungan ke sini. Kebetulan mereka penelitian terus ngasih saran buat mengembangkan kacang sacha inchi. Terus kami bikin FGD (Focus Group Discussion), kami ajak warga, akhirnya diputuskan untuk serius budidaya sacha inchi ini,” terang Community Development Officer PT Pertamina Patra Niaga Integrated Terminal Surabaya Ita Puspitasari. Di awal program Satu Padu berjalan, Pertamina fokus kepada warga di RW 2 Kelurahan Jambangan. Untuk tahun ini, Pertamina memperluas jaringan pemberdayaan melalui produksi sacha inchi di RW 4. Lantaran jenis tanaman yang merambat dan tak butuh lahan yang luas, bibit kacang sacha inchi ditanam di pekarangan rumah masing-masing warga. Sembari menunggu masa panen, warga dibekali pengetahuan dan pelatihan soal seluk-beluk hingga proses pengolahan kacang sacha inchi menjadi minyak.

“Untuk tahun ini kami gelar 2 kali pelatihan, 21 November nanti pelatihan yang kedua. Tahun depan juga ada 2 pelatihan lagi. Targetnya, Juli 2024 sudah bisa dipasarkan secara maksimal,” beber Ita.

Ibu-ibu Satu Padu sudah sekali berhasil memproduksi minyak sacha inchi. Saat ini minyak sacha inchi itu sedang diuji laboratorium. “Sementara sudah kita uji labkan. Kita kirim sampelnya. Sebagian lagi juga sudah dicobakan ke anak-anak sekitar Jambangan, mereka suka,” ungkap perempuan asli Yogyakarta ini. Ita melanjutkan, selama hampir 3 tahun ini Pertamina terus berusaha menyuplai kebutuhan di Satu Padu. Ibu-ibu Satu Padu tiap awal akhir tahun akan memberikan laporan seluruh proses yang telah mereka lakukan. Selama ini progresnya, kata Ita, selalu positif. Artinya, dari tahun ke tahun inovasi yang diusulkan ibu-ibu Satu Padu dengan dipandu oleh Pertamina ini membuahkan hasil maksimal.

Selain laporan, ibu-ibu Satu Padu itu juga menyusun program-program dan perencanaan yang akan dilakukan pada tahun berikutnya. Tahun ini Pertamina berkolaborasi dengan Pemkot Surabaya dan UWK memberikan bantuan berupa mesin penggilingan dan bibit kacang sacha inchi. “Jadi support kami bukan berupa uang. Ibu-ibu menyusun apa saja kebutuhannya tahun ini, kemudian kami realisasikan. Ibu-ibu tinggal terima barangnya,” katanya.

Ita menyebutkan, kunci kesuksesan Satu Padu ini adalah semangat gotong royong dari warga. Pertamina hanya memperkuat inovasi yang sudah dibangun oleh ibu-ibu di Jambangan. Pertamina Patra Niaga Sub Holding Commercial & Trading Regional Jatimbalinus yakin Satu Padu bisa terus memproduksi produk-produk unggulan secara kontinu. Keyakinan itu tahun ini ada di sacha inchi. “Kami terus berkomitmen untuk menjalankan bisnis secara berkelanjutan dengan mengedepankan prinsip ESG (Environmental, Social, and Governance),” sebut Ita.

Walaupun mungil, sacha inchi diyakini akan makin bersinar ke depannya. Sama seperti bentuk buahnya, sacha inchi laksana bintang. Super food ini punya manfaat besar untuk mencetak generasi penerus yang unggul. “Ring 1 pemberdayaan melalui Satu Padu ini ada pembinaan stunting. Jadi nanti kalau minyak sacha inchi sudah dipasarkan, fokus utamanya adalah anak-anak stunting, kita tekan semaksimal mungkin angka stunting. Jika kebutuhan gizi anak-anak terpenuhi, tentu Indonesia akan punya penerus yang bagus,” tukas Ita.

Kini harapan ke si mungil sacha inchi begitu membuncah. Dia menjadi energi baru yang semakin memperkuat produk-produk unggulan Satu Padu sebelumnya. Semakin mempertegas bahwa kolaborasi apik antara para ibu, pemkot Surabaya, dan Pertamina adalah sebuah keniscayaan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *