Ketika Gubernur Bungkam, Pulau Enggano Terancam Hilang

  • Bagikan
Foto Saat Masyarakat dan Adat Berkumpul Melakukan Orasi

MItraBangsa.Online– Pulau Enggano, pulau terluar Provinsi Bengkulu yang seharusnya menjadi simbol kedaulatan dan perlindungan masyarakat adat, kini menjadi sorotan nasional akibat dugaan alih kepemilikan lahan kepada pihak asing dan individu luar daerah. Di tengah kekhawatiran publik, Gubernur Bengkulu Helmi Hasan justru menunjukkan sikap yang tidak mencerminkan urgensi dan ketegasan yang dibutuhkan dalam menghadapi persoalan strategis ini.

Alih-alih mengeluarkan pernyataan tegas atau langkah konkret, Gubernur Helmi Hasan justru meminta agar isu Enggano tidak dipolitisasi. Pernyataan ini bukan hanya tidak relevan, tetapi juga mengaburkan substansi masalah: dugaan penguasaan pulau oleh WNA dan oknum pribadi tanpa dasar hukum yang sah.

Sikap defensif ini memperlihatkan lemahnya komitmen Pemerintah Provinsi Bengkulu dalam menjalankan fungsi pengawasan dan perlindungan terhadap wilayah pesisir dan pulau kecil. Padahal, UU No. 27 Tahun 2007 dan UU No. 1 Tahun 2014 secara tegas melarang jual beli pulau kecil kepada pihak asing. Ketika pelanggaran terjadi secara terang-terangan, pemerintah seharusnya hadir dengan ketegasan, bukan dengan narasi pengalihan isu.

Di Pulau Dua, Kecamatan Enggano, dari total 30 hektare lahan, sebanyak 23 hektare disebut telah dikuasai oleh WNA asal Australia dan Belanda, serta sejumlah oknum pribadi termasuk mantan pejabat. Kepala Desa Malakoni, Tedi Sudardi, menyatakan bahwa pihak desa tidak pernah menerbitkan surat jual beli dan menolak memberikan legalitas atas transaksi tersebut. Namun, hingga kini belum ada tindakan hukum dari pemerintah provinsi maupun kabupaten.

Gubernur Helmi Hasan telah membentuk Tim Koordinasi Penanganan Keadaan Tertentu Pulau Enggano. Namun, publik belum melihat hasil nyata dari tim tersebut. Tidak ada audit terbuka, tidak ada laporan resmi, dan tidak ada penindakan terhadap pelaku dugaan pelanggaran. Yang ada justru permintaan agar media dan masyarakat tidak memperbesar isu.

Pemerintah Provinsi Bengkulu seharusnya tidak bermain aman dalam isu yang menyangkut kedaulatan wilayah. Ketika pulau terluar dikuasai oleh pihak asing, dan masyarakat lokal kehilangan hak atas tanah mereka, maka diamnya pemerintah bukanlah netralitas, melainkan kelalaian.

Pimpinan Redaksi MitraBangsa.Online, Novryantoni, yang juga dikenal sebagai pengamat independen terhadap praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), menyatakan bahwa redaksi akan terus menggali informasi di balik persoalan ini hingga ke akar-akarnya. Ia menegaskan bahwa tidak ada ruang bagi pembiaran, apalagi pembungkaman, terhadap isu yang menyangkut hak publik dan kedaulatan negara.

“Pulau Enggano bukan milik segelintir orang. Kami akan terus menelusuri siapa saja yang bermain di balik layar, termasuk jika ada dugaan keterlibatan pejabat, pengusaha, atau pihak asing. MitraBangsa.Online berdiri untuk publik, bukan untuk kenyamanan kekuasaan,” tegas Novryantoni.

MitraBangsa.Online mendesak agar Pemerintah Provinsi dan Kabupaten segera melakukan audit menyeluruh atas status lahan di Enggano. Kementerian Kelautan dan Perikanan serta ATR/BPN harus turun tangan langsung untuk menertibkan kepemilikan ilegal. Aparat penegak hukum wajib menindak tegas pelaku jual beli pulau kecil yang melanggar undang-undang.

Pulau Enggano harus dijaga, bukan dijual. Dan kebenaran tidak akan berhenti di permukaan.

  • Bagikan