Jakarta MitraBangsa.Online — Harga telur ayam ras di sejumlah wilayah Indonesia melonjak tajam pada Minggu (19/10/2025), menyentuh angka Rp 30.000 per kilogram. Berdasarkan data dari Badan Pangan Nasional, harga rata-rata nasional tercatat sebesar Rp 30.447/kg, menjadi salah satu level tertinggi dalam beberapa bulan terakhir.
Lonjakan ini memicu spekulasi publik, terutama di media sosial, yang mengaitkan kenaikan harga dengan pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis (MBG). Pada Jumat (17/10/2025), seluruh Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di 38 provinsi secara serentak menyajikan menu nasi goreng dan telur ceplok dalam rangka memperingati ulang tahun Presiden Prabowo Subianto.
“Menu nasi goreng dan telur ceplok adalah favorit Bapak Presiden,” ujar Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindaya.
Permintaan Telur MBG Capai 2.300 Ton
Dadan menyebut, untuk memenuhi arahan tersebut, setiap SPPG diperkirakan membutuhkan 200 kg telur. Total kebutuhan telur pada 17 Oktober diperkirakan mencapai 2.300 ton.
“Apakah lonjakan permintaan ini memicu kenaikan harga? Itu masih perlu ditinjau langsung di lapangan,” kata Dadan.
Analisis Ekonomi: Permintaan MBG dan Kenaikan Harga Jagung
Direktur Ekonomi Celios, Nailul Huda, menyatakan bahwa kenaikan harga telur dipengaruhi oleh faktor permintaan dan penawaran. Ia mengakui bahwa program MBG turut mendorong permintaan telur.
“Permintaan MBG memang berkontribusi, tapi seharusnya tidak menyebabkan lonjakan harga jika stok melimpah,” ujarnya.
Huda menyoroti bahwa kenaikan harga jagung—bahan utama pakan ayam petelur—sejak Mei 2025 menjadi faktor utama yang menekan pasokan. Harga telur mulai naik sejak Juni 2025, mengikuti tren harga jagung.
“Harga telur dan ayam 70% dipengaruhi oleh harga pakan. Ada korelasi yang jelas,” tambahnya.
Risiko Inflasi dan Ketimpangan Distribusi
Direktur Eksekutif Celios, Bhima Yudhistira, menilai bahwa pelaksanaan MBG berpotensi memicu inflasi pangan. Ia mengkritisi sistem pasok MBG yang lebih mengandalkan kontrak dengan perusahaan unggas besar, bukan peternak lokal.
“Pasokan ayam dari peternak menipis karena diborong dapur MBG. Ini menyebabkan kelangkaan dan lonjakan harga,” jelas Bhima.
Bhima juga mengkhawatirkan terjadinya kanibalisme permintaan antara dapur MBG dan pedagang pasar tradisional, yang dapat menggerus daya beli masyarakat.
“Kemenko Pangan harus segera berkoordinasi dengan BGN agar persaingan bahan pangan tidak memicu inflasi,” tegasnya.
Data pergerakan harga menunjukkan tren yang mengkhawatirkan. Sejak Juni 2025, harga telur naik 2,9% dari Rp 28.973 menjadi Rp 29.807, dan kini menembus Rp 30.447/kg.
Penayang: MitraBangsa.Online
Editor: Tim Redaksi Ekonomi & Ketahanan Pangan Mitra Media Grup














