Stok Beras Bulog Tembus 4,2 Juta Ton, Pakar IPB Soroti Risiko Penurunan Mutu dan Lambatnya Distribusi SPHP

  • Bagikan

Jakarta MitraBangsa.Online — Perum Bulog mencatatkan rekor tertinggi dalam sejarah lembaga tersebut dengan total cadangan beras mencapai 4,2 juta ton pada tahun 2025. Namun, di balik pencapaian ini, muncul kekhawatiran dari kalangan akademisi dan pengamat pangan terkait potensi penurunan kualitas beras serta lambatnya penyaluran program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP).

Guru Besar IPB University, Prof. Dwi Andreas Santosa, menilai bahwa lonjakan stok beras tidak serta-merta mencerminkan kemajuan ketahanan pangan nasional. Ia menyoroti keterbatasan kapasitas penyimpanan Bulog yang hanya mampu menampung 3 juta ton, sehingga harus menyewa tambahan gudang sebesar 1,2 juta ton sejak 1 Juli 2025.

“Kita tidak tahu apakah gudang-gudang sewaan itu memiliki fasilitas penyimpanan yang sesuai standar,” ujar Andreas kepada Kontan, Sabtu (18/10/2025).

Risiko Disposal dan Kerugian Triliunan Rupiah

Andreas memperkirakan potensi kerusakan beras bisa mencapai lebih dari 100 ribu ton, dengan nilai kerugian sekitar Rp 1,2 triliun. Hal ini disebabkan oleh kualitas gabah hasil serapan tahun ini yang didominasi oleh any quality—gabah dengan kadar air tinggi dan tingkat patahan besar.

Ombudsman Republik Indonesia juga mengeluarkan estimasi yang lebih tinggi, yakni potensi disposal hingga 300 ribu ton akibat lebih dari 1,2 juta ton beras yang telah disimpan lebih dari enam bulan. Kerugian negara diperkirakan mencapai Rp 4 triliun.

Sistem PHGT dan Keterbatasan Reproses Mutu

Bulog mengklaim telah menerapkan Pengelolaan Hama Gudang Terpadu (PHGT) di seluruh fasilitas penyimpanan, mencakup pencegahan, pemantauan, dan pengendalian. Jika ditemukan penurunan mutu, Bulog akan melakukan reproses untuk mengembalikan kualitas fisik beras.

Namun, Andreas menegaskan bahwa teknik pemulihan mutu hanya efektif untuk aspek fisik seperti warna dan aroma. Mutu rasa, terutama setelah enam bulan penyimpanan, sulit dikembalikan ke kondisi semula.

Penyaluran SPHP Masih Rendah

Target penyaluran beras SPHP tahun ini sebesar 1,3 juta ton, namun hingga 13 Oktober 2025, realisasinya baru mencapai 492,5 ribu ton atau sekitar 37,89%. Dengan waktu kurang dari tiga bulan, Bulog harus mengejar sisa target yang cukup besar.

Andreas mengkritisi tata kelola pangan pemerintah yang belum harmonis dengan sektor swasta. Ia menyebut bahwa pemerintah hanya menguasai sekitar 10% dari total produksi beras nasional, sementara sisanya berada di tangan petani, penggilingan, dan pedagang.

“Keberhasilan distribusi sangat bergantung pada kerja sama dengan sektor nonpemerintah,” tegasnya.

Kasus penggerebekan penggilingan dengan tuduhan beras oplosan disebut telah menimbulkan ketakutan di kalangan pelaku usaha, sehingga pasokan beras premium di pasar modern menurun drastis.

Koperasi Merah Putih Dinilai Belum Siap

Rencana penyaluran SPHP melalui Koperasi Merah Putih (KMP) yang baru dibentuk juga dinilai belum memiliki kapasitas memadai untuk menangani distribusi pangan skala besar.

Secara keseluruhan, Andreas menekankan bahwa stok tinggi tidak cukup jika tidak diimbangi dengan sistem penjagaan mutu dan distribusi yang efisien.

“Perlu diingat, pemerintah itu minoritas dalam pasar. Harmonisasi adalah kunci,” tutup Andreas.

Penayang: MitraBangsa.Online

Editor: Tim Redaksi Mitra Media Grup

  • Bagikan