MitraBangsa.Online Kota Bekasi — Pilkada sudah lewat. Suara sudah dihitung. Kursi sudah diduduki. Tapi euforia kemenangan yang dulu ramai dirayakan, kini justru menyisakan sunyi bagi sebagian pihak yang pernah berjuang keras: para relawan.
Ada fenomena menarik dan sekaligus menyedihkan yang terjadi pascaterpilihnya pemimpin daerah. Sebuah pola klasik yang seolah tak pernah belajar dari sejarah: saat kemenangan diraih, lupa siapa yang mendaki bersama. Saat puncak digenggam, mereka yang dulu menuntun justru tak dianggap.
Beberapa relawan kini bahkan datang ke rumah-rumah tokoh masyarakat, bukan untuk merayakan, tapi… meminta bantuan. Ironis. Dulu mereka bersorak di barisan depan, kini malah duduk menunggu uluran tangan dari pihak yang bahkan bukan bagian dari kemenangan itu.
Lucunya, ada juga media-media lokal yang dulu dengan semangat menyebarkan pencitraan, kini mulai bertanya-tanya: kenapa tak ada akses, kenapa tak lagi disapa, kenapa merasa “digunakan”?
Ini bukan lagi soal siapa yang menang, tapi bagaimana cara menghargai. Saat pidato kemenangan pun tak menyebutkan partai lain, tak menyapa lawan politik, tak mengajak bersatu maka bisa ditebak arah perjalanan ke depan: sepihak, personal, dan penuh kepentingan.
Sudah saatnya relawan, media, dan masyarakat umum lebih kritis. Jangan hanya tersihir baliho, senyum lebar, atau janji-janji indah. Politik bukan sekadar tentang siapa yang paling sering muncul di spanduk, tapi siapa yang benar-benar hadir setelah pesta usai.
Karena jika relawan hanya dianggap “alat tempur” lima tahunan, maka jangan heran kalau lima tahun ke depan akan terasa sangat panjang dan menyakitkan.//***MitraBangsa.Online.














