MitraBangsa.Online –Pasar Bemba, Sabtu 20 September 2025 — Tim investigasi MitraBangsa.Online melakukan penyelidikan langsung ke lapangan terkait dugaan praktik mark-up anggaran dalam proyek pembuatan sumur bor di Desa Pasar Bemba, Kabupaten Bengkulu Utara. Proyek yang menggunakan Dana Desa ini memicu keheranan warga dan kecurigaan publik setelah ditemukan perbedaan mencolok antara biaya riil dan anggaran resmi.
Dalam penelusuran awal, tim media menemui warga sekitar lokasi sumur bor. Seorang warga yang enggan disebutkan namanya mengaku pernah membuat sumur bor secara mandiri dengan biaya hanya sekitar Rp 15.000.000. Ia mempertanyakan mengapa anggaran desa untuk satu titik sumur bor bisa mencapai Rp 41.000.000.
“Saya bikin sendiri cuma lima belas juta. Kok bisa di desa sampai empat puluh satu juta? Itu terlalu mahal,” ujarnya dengan nada heran.
Kecurigaan semakin menguat ketika tim MitraBangsa menemui Kadun 1, salah satu aparat desa, yang membenarkan bahwa anggaran pembuatan satu sumur bor memang sebesar Rp 41.000.000. Ia juga menyebut bahwa pada tahun 2024 telah dibangun 4 titik, dan pada tahun 2025 ditambah 5 titik, dengan total 9 titik sumur bor selama dua tahun. Anehnya, harga per titik tetap sama meski kondisi dan lokasi berbeda.
Tim media kemudian menemui salah satu pembuat sumur bor profesional, yang menyatakan bahwa biaya riil pembuatan sumur bor dengan spesifikasi serupa seharusnya jauh di bawah angka yang digunakan oleh pemerintah desa.
Kepala Desa Mengakui, Tapi Lempar Tanggung Jawab
Tim MitraBangsa akhirnya mendatangi langsung Kepala Desa Pasar Bemba, Medi, untuk meminta klarifikasi. Dalam pernyataannya, Medi membenarkan bahwa proyek sumur bor memang dilaksanakan dengan anggaran Rp 41.000.000 per titik, dan total 9 titik telah dibangun sejak 2024.
Namun, ketika ditanya soal rincian teknis dan pengawasan, Medi justru mengarahkan semua pertanyaan kepada Sekretaris Desa, tanpa memberikan penjelasan mendalam.
“Semua diarahkan ke sekretaris desa,” ujarnya singkat.
Pernyataan tersebut membuat tim investigasi mempertanyakan fungsi dan tanggung jawab kepala desa dalam pengelolaan Dana Desa. Jika semua keputusan dan pelaksanaan diserahkan kepada sekretaris desa, maka posisi kepala desa sebagai penanggung jawab utama menjadi kabur.
Dugaan Pelanggaran UU Desa
Berdasarkan hasil investigasi, tim MitraBangsa menyimpulkan bahwa terdapat indikasi pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, khususnya dalam hal transparansi, akuntabilitas, dan pengelolaan keuangan desa.
“Kami menduga ada kesengajaan dalam memanipulasi anggaran. Jika benar, ini bukan sekadar pelanggaran administratif, tapi bentuk penyalahgunaan Dana Desa yang harus diusut tuntas,” tegas penulis investigasi Ali Nasution.
Harapan Warga: Usut Sampai Pengadilan
Warga Desa Pasar Bemba berharap agar temuan ini tidak berhenti di meja media. Mereka meminta agar Kejaksaan Negeri Bengkulu Utara dan Polres Bengkulu Utara segera menindaklanjuti kasus ini secara hukum, agar tidak ada lagi kepala desa yang mencoba memanfaatkan proyek desa untuk kepentingan pribadi atau kelompok.
Dana Desa adalah amanah rakyat. Ketika amanah itu disalahgunakan, maka kepercayaan publik hancur. Media harus berani mengungkap, dan aparat harus berani menindak. //**Ali Nasution














