MitraBangsa.Online Bandung – Kasus perundungan atau bullying yang terjadi di Kecamatan Ciparay, Kabupaten Bandung, kini menemui titik akhir setelah ketiga pelaku sepakat menyelesaikan perkara tersebut dengan jalur perdamaian.
Korban dalam kasus ini adalah seorang anak berusia 13 tahun, sementara pelaku terdiri dari satu orang dewasa berinisial MF (20) dan dua pelaku lainnya yang masih di bawah umur.
Kasat Reskrim Polresta Bandung, Kompol Luthfi Olot Gigantara, mengungkapkan bahwa kejadian bullying tersebut terjadi pada Mei 2025 lalu. Peristiwa ini menjadi sorotan setelah sebuah video aksi perundungan viral di media sosial pada Minggu, 22 Juni 2025.
“Video itu ditemukan oleh bibi korban dan kemudian diunggah di salah satu media di wilayah Kabupaten Bandung,” ujar Luthfi saat ditemui di Lapangan Upakarti, Soreang, Selasa (1/7/2025).
Setelah video tersebar, polisi bergerak cepat dan menangkap ketiga pelaku, yang langsung ditetapkan sebagai tersangka. Dua pelaku masih di bawah umur, sementara satu pelaku sudah dewasa.
Menurut Luthfi, peristiwa bullying terjadi saat korban sedang bermain bersama pelaku di sebuah rumah kosong di Ciparay. Para pelaku mengajak korban untuk mengonsumsi minuman keras, yang kemudian diteguk oleh korban.
“Ketika korban hendak pulang, pelaku melarang dan memaksanya tetap tinggal. Akibatnya, salah satu pelaku mendorong korban hingga terjatuh ke dalam sumur dan tertimpa batu bata. Di video tersebut terlihat ada darah keluar dari kepala korban,” jelas Luthfi.
Korban segera menjalani visum dan mendapat pendampingan dari Dinas Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Kabupaten Bandung serta psikolog setempat.
Saat ini, polisi telah melakukan proses diversi terhadap dua pelaku anak di bawah umur sesuai Undang-undang Perlindungan Anak. Diversi ini bertujuan untuk menyelesaikan perkara dengan cara damai.
“Kami sudah mencapai kesepakatan bahwa pelaku dan korban sepakat berdamai. Hasil kesepakatan ini akan diajukan ke Pengadilan Negeri Kabupaten Bandung untuk disahkan,” tambah Luthfi.
Untuk pelaku dewasa, MF, juga akan menjalani proses restorative justice, sehingga seluruh kasus ini bisa diselesaikan secara kekeluargaan.
Luthfi menegaskan, proses restorative justice dilakukan bersama Dinas Sosial, psikolog, dan tokoh masyarakat tanpa adanya tekanan pada korban.
“Semuanya sudah sepakat dan tidak ada intervensi terhadap korban dalam proses diversi ini,” kata Luthfi.
Saat ini, kondisi korban sudah membaik, kembali bersekolah, dan aktif berkomunikasi. Kejadian ini sendiri terjadi pada Mei 2025 lalu.
“Kami telah memeriksa korban dan kondisinya sangat baik saat ini,” pungkasnya.














