MitraBangsa.Online — Kasus pembunuhan dosen wanita berinisial EY (37) di Kabupaten Bungo, Jambi, yang melibatkan anggota Polri aktif Bripda Waldi Adiyat (22), memasuki babak baru. Setelah menjalani sidang Komisi Kode Etik Profesi (KKEP) Polri selama 14 jam pada Jumat (7/11/2025), Bripda Waldi resmi dijatuhi sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH).
Sidang digelar di ruang Bidang Propam Gedung Siginjai Polda Jambi, dipimpin langsung oleh tim Propam Polda Jambi. Plt Kabid Propam AKBP Pendri Erison membenarkan putusan tersebut.
“Iya benar, Bripda Waldi dipecat,” ujar Pendri kepada media.
Sidang Etik dan Bukti Pelanggaran
Dalam sidang maraton yang berlangsung dari pukul 08.00 hingga 22.00 WIB, penyidik menghadirkan delapan saksi, termasuk anggota Polres Bungo dan Tebo, dokter RS Bhayangkara, serta adik dan rekan kerja korban yang hadir secara daring. Bripda Waldi dinyatakan melanggar:
- Pasal 13 ayat (1) PPRI Nomor 1 Tahun 2003
- Pasal 14 ayat (1) huruf B PPRI Nomor 1 Tahun 2002
Setelah menerima putusan, Waldi langsung ditahan sementara di Rutan Polda Jambi.
Kronologi Pembunuhan dan Motif Asmara
Kasus ini berawal dari penemuan jenazah EY di rumahnya di Perumahan Al-Kautsar, Dusun Sungai Mengkuang, Kecamatan Rimbo Tengah, Sabtu (1/11/2025) siang. Polisi menangkap Bripda Waldi sehari kemudian di Kabupaten Tebo.
Menurut Kapolres Bungo AKBP Natalena Eko Cahyono, pembunuhan terjadi usai cekcok emosional antara pelaku dan korban pada Kamis malam (30/10/2025). Keduanya diketahui memiliki hubungan tanpa status sejak April 2025, dengan komunikasi intens sejak Mei.
“Hubungan mereka tidak jelas, bisa dibilang pacar iya, teman iya, dekat iya. Tapi ada intensitas dan pertemuan,” jelas Natalena.
Setelah membunuh korban, Waldi melarikan diri dan membawa sejumlah barang berharga milik EY, termasuk emas, ponsel, motor PCX, dan mobil Honda Jazz putih. Ia bahkan sempat menggunakan wig sebagai penyamaran saat mengambil mobil agar tidak dikenali tetangga.
Sorotan Publik dan Institusi
Kasus ini memicu kemarahan publik dan tuntutan keadilan, terutama dari keluarga korban. Adik EY menyampaikan bahwa keluarga sangat terpukul dan berharap proses hukum berjalan transparan.
Di sisi lain, kasus ini menjadi cermin evaluasi internal Polri, terutama terkait pembinaan anggota muda dan deteksi dini potensi pelanggaran. Pemecatan Bripda Waldi menjadi sinyal tegas bahwa institusi tidak mentolerir pelanggaran berat, apalagi yang menyangkut nyawa warga sipil.














